Wednesday, August 21, 2024

Roro Jonggrang

 

Cerita Roro Jonggrang / Rara Jonggrang lengkap

Cerita Rakyat Roro Jonggrang Dongeng Candi Prambanan
Cerita Rakyat Roro Jonggrang Dongeng Candi Prambanan

Penaklukan Kerajaan Prambanan

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Prambanan. Kerajaan itu dipimpin oleh Prabu Baka. Prabu Baka adalah raja yang sangat baik.

Rakyat kerajaan Prambanan pun hidup makmur.

Sementara itu, di tempat lain, ada sebuah kerajaan bernama Kerajaan Pengging.

Berbeda dengan Prabu Baka, Raja Pengging memiliki sifat yang sangat buruk. la suka berperang untuk memperluas kekuasaan kerajaannya.

Kerajaan Pengging memiliki kesatria sakti bernama Bondowoso.

Bondowoso memiliki senjata yang sangat kuat dan pasukan jin. Bondowoso lebih dikenal sebagai Bandung Bondowoso.

Suatu hari, Raja Pengging ingin menaklukkan Kerajaan Prambanan.

Ia pun memanggil Bandung Bondowoso untuk merebut Kerajaan Prambanan.

“Aku perintahkan kau dan pasukanmu untuk merebut Kerajaan Prambanan!” perintah Raja Pengging.

Bandung Bondowoso langsung menjalankan tugasnya. Ia dan pasukannya menyerang Kerajaan Prambanan. Dengan sangat mudah, Bandung Bondowoso berhasil menaklukkan Kerajaan Prambanan.

Prabu Baka pun tewas. Sebagai hadiah, Raja Pengging mengizinkan Bandung Bondowoso untuk mengurus Kerajaan Prambanan.

Olala, ternyata Kerajaan Prambanan memiliki seorang putri yang cantik jelita bernama Roro Jonggrang.

Bandung Bondowoso pun memanggil Roro Jonggrang untuk menghadap.

“Apo yang kau inginkan, Bandung Bondowoso?” tanya Roro Jonggrang dengan ketus.

“Aku ingin menikahimu. Menikahlah denganku, pasti kehidupanmu akan tenteram dan damai,” ungkap Bandung Bondowoso.

Tentu saja, Roro Jonggrang kaget. Ia tak menyangka Bandung Bondowoso akan melamarnya. Padahal, Roro Jonggrang tak suka dengan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso adalah orang yang kejam. Ia telah membunuh ayahnya, dan membuat rakyat Kerajaan Prambanan sengsara. Dengan tegas, Roro Jonggrang menolak pinangan Bandung Bondowoso.

Mendengar penolakan itu, Bandung Bondowoso tidak terima. Ia pun mengancam Roro Jonggrang.

“Jika kau tidak mau menikah denganku, hidupmu akan sengsara. Semua penduduk desa pun akan kubuat menderita,” ancam Bandung Bondowoso.

Seketika, Roro Jonggrang menjadi ragu.

“Aku izinkan kau berpikir terlebih dahulu,” ucap Bandung Bondowoso.

Syarat dari Roro Jonggrang

Roro Jonggrang merasa bingung dengan pinangan Bandung Bondowoso.

Jika ia tidak menerima pinangan Bandung Bondowoso, rakyatnya akan sengsara. Tapi, ia tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

Semalaman Roro Jonggrang berpikir, bagaimana cara menolak pinangan Bandung Bondowoso, tapi rakyatnya tetap aman. Akhirnya, Roro Jonggrang memiliki sebuah ide.

Esok siangnya, Bandung Bondowoso menemui Roro Jonggrang.

“Sudahkah kau memutuskan pilihanmu, Roro Jonggrang?” tanya Bandung Bondowoso.

“Baiklah, Bandung Bondowoso. Aku mau menikah denganmu, asalkan kau bisa memenuhi syarat dari ku.” ucap Roro Jonggrang.

“Apa syaratmu?” tanya Bandung Bondowoso dengan congkak.

“Buatlah 1000 candi dan 2 buah sumur dalam waktu satu malam,” ujar Roro Jonggrang.

Ia yakin, Bandung Bondowoso tak bisa memenuhi syaratnya itu.

Tanpa berpikir lama, Bandung Bondowoso langsung menyetujui syarat dari Roro Jonggrang.

Malam harinya, Bandung Bondowoso dibantu oleh pasukan jinnya, membangun 1000 candi dan 2 sumur. Roro Jonggrang yang diam-diam menyaksikan hal itu, menjadi gelisah. Perkiraannya salah. Pasukan Bandung Bondowoso sangat cepat menyelesaikan pembangunan itu.

Waktu sudah menginjak tiga per empat malam. Tinggal dua candi yang belum dibangun.

“Bagaimana caranya menggagalkan usaha mereka?” pikir Roro Jonggrang.

Aha! Roro Jonggrang memiliki sebuah ide. Ia memanggil semua dayang di istana, dan menyuruh mereka untuk membakar jerami di sebelah timur.

Sebagian lain membunyikan lesung, dan menebarkan bunga yang wangi. Tujuannya agar ayam-ayam lekas bangun dan berkokok.

Tanpa membuang waktu, para dayang segera melakukan perintah itu. Benar saja, ayam-ayam jantan terbangun dan mulai berkokok. Mendapati langit di timur berwarna merah, bunyi lesung, aroma wangi bunga, dan kokokan ayam, bala tentara Bandung Bondowoso bergegas pergi.

Ya! Mereka mengira hari sudah pagi.

Mendapati bala tentaranya pergi, Bandung Bondowoso menghentikan mereka.

“Kembalilah pasukanku. Hari belum pagi! Masih ada satu candi lagi yang harus kalian bangun!” teriak Bandung Bondowoso.

Sayang, bala tentara Bandung Bondowoso tetap pergi meninggalkan pekerjaannya.

Semakin marahlah Bandung Bondowoso saat mengetahui bahwa semua itu ulah Roro Jonggrang. Ia menemui Roro Jonggrang, dan mengubah Roro Jonggrang menjadi candi.

Kini, candi itu bernama Candi Roro Jonggrang, dan dapat ditemui di Candi Prambanan.

Pesan Moral dan Kesimpulan

  1. Kawan, jangan pernah bersikap nakal, ya. Orang-orang tidak suka dengan anak yang nakal. Kau pun bisa dijauhi teman-teman jika kau nakal.
  2. Jangan suka berbuat curang, ya. Curang itu perbuatan yang tidak baik dan akan membuatmu rugi.

Timun Mas

 Di sebuah desa hiduplah seorang perempuan tua bernama Mbok Yem. Ia hidup sebatang kara. Mbok Yem ingin sekali memiliki seorang anak, agar dapat merawat dirinya yang sudah mulai tua. Namun, itu semua mustahil karena ia tidak mempunyai suami.

Setiap hari MbokYem pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Pada suatu hari, di tengah hutan. Ia bertemu dengan seorang raksasa yang sangat menyeramkan. Tubuh raksasa itu lebih tinggi dari pohon. Kulitnya penuh dengan bulu yang kasar. Kulitnya gelap. Mulutnya terdapat sepasang taring yang sagat tajam. Kukunya panjang dan kontor.

Mbok Yem sangat ketakutan. Tubuhnya gemetaran melihat mahluk yang sangat besar itu. Raksasa itu berkata dengan suara yang sangat membahana,” Hei, perempuan tua? Jangan takut, aku tidak akan memakanmu. Kamu sudah terlalu tua. Dagingmu keras dan tidak enak. Aku datang kesini hanya ingin memberikan sesuatu padamu.”

Raksasa itu memberikan beberapa butir benih tanaman dan berkata,”Tanamlah benih ini dan rawatlah dengan baik dan kau akan mendapatkan semua yang kau inginkan selama ini.. tapi ingat, kau tidak boleh menikmatnya seorang diri. Kau harus memberikannya kepadaku juga sebagai tanda terima kasih.”

Mbok Yem hanya mengangguk. Ia langsung pulang ke rumahnya. Setiba Mbok Yem dirumah, sesuai dengan petunjuk si raksasa itu, di tanamlah benih tersebut. Ajaibnya, keesokan harinya, benih tanaman itu telah tumbuh menjadi tanaman mentimun. Buah-buahnya besar-besar. Jika terkena sinar matahari, warnanya besinar seperti emas.

Karena penasaran dengan dengan buah mentimun itu, akhirnya di petiklah satu yang paling besar. Ketika di belah, Mbok Yem sangat terkejut. Di dalam timun tersebut ada seorang bayi perempuan yang sangat cantik.

“Jadi ini maksud dari ucapan si raksasa.” ujarnya dalam hati.

Betapa senangnya Mbok Yem. Tidak pernah terbayangkan akan mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Karena lahir dari buah mentimun berwarna keemasan. Anak itu di beri nama Timun Mas.

Keesokan harinya, di hutan, Mbok Yem bertemu kembali engan si raksasa Raksasa itu berkata, ” Engakau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan selama ini. Sesuai dengan janjimu, engkau harus membaginya denganku.”

Mbok Yem bingung, ia bertanya, ” Bagaimna mungkin bayi perempuan bisa dibagi?”

“Tidak usah bingung perempuan tua. Kau boleh memilikinya sampai usia 17 tahun. Selanjutnya. Anak itu akan menjadi santapanku.” Jelas raksasa.

“Baiklah raksasa. Aku akan merawat anak itu, dan menganggap anak itu anakku sendiri sampai usia 17 tahun,” ujar Mbok Yem.

Timun Mas tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat baik hati dan cantik jelita. Kulitnya kuning langsat. Tubuhnya tinggi semampai. Rambutnya hitam berkilau. Semakin hari kecantikannya, semakin terlihat.

Timun Mas juga sangat rajin membantu ibunya. Ia selalu menemani ibunya mencari kayu bakar di hutan. Kebaikan hati Timun Mas membuat Mbok Yem khawatir kehilangannya. Ia sangat menyayangi Timun Mas untuk menjadi santapan si raksasa.

Tahun demi tahun terus berganti. Kini, Timun Mas sudah menginjak usia 17 tahun. Sudah waktunya bagi raksasa itu untuk mengambil Timun Mas Mbok Yem menyuruh Timun Mas bersembunyi di dalam kamar. Tiba-tiba, terdengar suara dentuman yang sangat keras. Itu adalah suara langkah kaki si raksasa. Mbok Yem gemetar ketakutan.

“Hai perempuan tua! Mana anak perempuanmu yang telah kau janjikan untukku ?” teriak raksasa itu.

“Ia sedang mandi di kali, Tuan raksasa. Tubuhnya sangat bau. Kau pasti tidak akan suka memakannya” Ujar Mbok Yem.

“Baiklah. Aku akan kembali seminggu lagi. Pastikan ketika aku kembali ia sudah siap untuk ku bawa ke hutan.” Ujar raksasa.

“Tentu saja. Tuan. Aku tak akan mengecewakanmu.” Ujar Mbok Yem.

Maka pergilah raksasa itu kembali ke hutan. Mbok Yem dan Timun Mas sangat lega. Mereka masih punya waktu semiggu untuk bersama. Namun, setelah seminggu berlalu dan raksasa itu datang kembali, ibu dan anak ini tetap tidak mau berpisah. Timun Mas kembali bersembunyi. Kali ini di dapur, di dalam tempayan air yang kosong.

” Hai perempuan tua. Aku kembali untuk menagih janjimu! Cepat serahkan anak perempuanmu.” Teriak si raksasa.

” Maaf, Tuan raksasa. Timun Mas sedang menjual kayu ke kampung. Bila saja engkau datang lebih pagi, engkau pasti bertemu dengan dia.” Ujar Mbok Yem

Dengan setengah marah raksasa itu berteriak. ” Baiklah, ku beri waktu 1 minggu lagi. Jika anakmu tidak kau serahkan kepadaku. Akan ku hancurkan rumahmu.”

Mbok Yem semakin ketakutan dan bingung denngan ancaman si raksasa. Ia sungguh tidak rela anak perempuanya yang sangat cantik menjadi santapan si raksasa yang kejam itu. Melihat keadaan ibunya. Timun Mas berkata. ” Ibu, janganlah bersedih. Relakanlah aku menjadi santapan raksasa itu.” Ujar Timun Mas.

“Tidak anakku. Ibu tidak akan membiarkanmu menjadi mangsa raksasa jahat itu. ibu akan melakukan apapun untuk menyelamatkanmu.” Ujar Mbok Yem.

Kemudian Mbok Yem pergi menemui seorang kakek yang sakti tinggal di gunung. Kakek sakti itu memberikan benih mentimun, sebuah duri, sebutir garam, dan sepotong terasi.

Seminggu kemudian, raksasa itu datang lagi. Kali ini, si raksasa sudah tidak dapat menahan emosinya. Kakinya yang besar, di hentak-hentakan ke tanah sehingga bumi bergetar.

“Cepat serahkan anakmu atau ku hancurkan rumah beserta dirimu! Aku sudah sangat lapar!” teriak raksasa.

” Maaf, Tua raksasa. Anakku sudah berjalan ke hutan. Kembalilah engkau ke hutan tempat tinggalmu. Timun Mas sudah berada di sana.” Kata Mbok berbohong.

Pada saat itu. Timun Mas sudah keluar rumah melalui pintu belakang. Ia membawa semua benda yang di berikan oleh kakek sakti dari gunung itu. Ketika akan kembali ke hutan, si raksasa melihat Timun Mas berlari dari belakang rumah. Di kejarnya Timun Mas.

Meskipun panik. Timun Ma masih mengingat perintah ibunya untuk melempar sebutir benih mentimun. Benih mentimun itu langsung berubah menjadi lading mentimun dengan buah yang besar-besar. Karena kelaparan, si raksasa memakan mentimun-mentimun di ladang itu. Setelah keyang. Ia kembali mengejar Timun Mas. Meskipun perutnya yang kekenyangan membuat jalannya menjadi lambat. Raksasa itu tetap bisa mengejar Timun Mas karena langkah kakinya yang panjang.

Cerita Legenda Timun Mas dari Jawa Tengah
Cerita Legenda Timun Mas dari Jawa Tengah

Ketika si raksasa sudah dekat. Timun Mas melemparkan sebuah duri. Duni itu berubah menjadi sebuah hutan bambu. Hutan bambu itu memperlambat jalan raksasa itu. Tubuhnya menjadi penuh luka karena tertusuk batang bambu.

Namun, raksasa itu tidak menyerah. Ia tetap mengejar mangsanya. Kali ini, Timun Mas melemparkan sebutir garam. Garam itu berubah menjadi sebuah lautan yang luas. Raksasa itu harus berenang untuk mengejar Timun Mas. Ia berhasil, tetapi tubuhnya sudah sangat lelah.

Raksasa itu terus mengejar Timun Mas meskipun sudah kelelahan. Timun Mas melempar sepotong terasi. Kali ini terasi tersebut berubah menjadi lumpur hisap. Raksasa itu berteriak meminta tolong ketika tubuhnya terhisap lumpur.

Tubuh raksasa yang besar tidak mampu melawan hisapan lumpur karena kelelahan. Ia pun tewas terhisap lumpur. Maka, tamatlah riwayat raksasa jahat itu. Setelah bebas dari raksasa jahat itu. Kehidupan Timun Mas dan Mbok Yem membaik.

Timun Mas bertemu dengan seorang pangeran dari negeri seberang. Pangeran itu jatuh cinta kepadanya. Merekapun menikah. Timun Mas dan Mbok Yem diboyong oleh pangeran itu ke istananya. Mereka hidup bahagia selamanya.

Pesan Moral dari Cerita Legenda Timun Mas dari Jawa Tengah adalah janganlah kita bertindak semena-mena terhadap orang lain. Karena hal itu akan membawa malapetaka bagi diri sendiri.

Jaka Tarub

 Pada zaman dahulu, seorang pemuda yang bernama Jaka Tarub tinggal bersama ibunya yang bernama Mbok Milah. Sedangkan ayah Jaka Tarub, sudah lama meninggal. Jaka Tarub dan Mbok Milah memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan bertani di sawah.

Lalu, di suatu malam, Jaka Tarub bermimpi bertemu dan menikah dengan seorang perempuan yang sangat cantik, bahkan seperti seorang bidadari. Saat Jaka Tarub terbangun, ia tersenyum karena ia merasa senang dengan mimpinya semalam. Hingga di siang hari, Jaka Tarub masih memikirkan mimpi indahnya itu. Jaka Tarub duduk di halaman rumahnya sambil termenung bahagia.

Mbok Milah pun merasa bingung dengan apa yang sedang dipikirkan anaknya ini, “Apa yang sedang ada di pikiranmu, nak?” Tanya Mbok Milah penasaran. Namun, Jaka Tarub masih termenung dan seperti tidak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya itu. Mbok Milah pun berpikir mungkin Jaka Tarub sedang memikirkan seorang perempuan dan ingin menikah. Akhirnya, Mbok Milah berniat untuk mencarikan Jaka Tarub seorang istri dari desanya.

Di hari itu juga, saat Mbok Milah sedang berada di sawahnya, Pak Ranu, pemilik sawah sebelah menghampirinya. Pak Ranu bertanya apakah Jaka Tarub sudah menikah atau setidaknya sudah memiliki rencana untuk menikah. Mbok Milah pun berkata tidak ada, ia pun juga merasa sedikit bingung mengapa Pak Ranu menanyakan hal itu padanya. Ternyata, Pak Ranu berniat untuk menjodohkan Jaka Tarub dengan anak perempuannya, Laraswati.

Mbok Milah terkejut dan senang di saat yang bersamaan, karena anak Pak Ranu adalah gadis yang baik hari dan lemah lembut, tapi sebelum ia menerima tawaran Pak Ranu, Mbok Milah merasa ia harus bertanya dan memastikannya dulu pada anaknya. Pak Ranu pun memahami pertimbangan Mbok Milah itu.

Sesampainya di rumah, Mbok Milah berniat untuk langsung menanyakan hal tadi pada anaknya. Namun, ia mengurungkan niatnya karena ia takut anaknya tersinggung atau ternyata Jaka Tarub sudah memiliki calon, hanya saja belum memperkenalkannya. Akhirnya, Mbok Milah menunda melontarkan pertanyaan itu hingga berhari-hari kemudian, hingga ia pun lupa.

Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang senang dan handal berburu seperti ayahnya dahulu. Lalu, pada suatu pagi ia memutuskan untuk pergi berburu, bukan ke sawah. Jaka Tarub pun mempersiapkan segala macam peralatan berburu yang ia butuhkan; busur, panah, pisau, dan pedang. Setelah ia siap, ia pamit izin pergi pada ibunya. Setelah Jaka Tarub pergi, Mbok Milah masuk kembali ke kamarnya untuk beristirahat karena ia tiba-tiba merasa lelah.

Di hutan, Jaka Tarub berhasil memanah seekor menjangan. Hatinya merasa senang dan puas karena menjangan ini bisa ia masak bersama ibunya selama beberapa hari ke depan. Saat ia sedang jalan pulang, tiba-tiba ada seekor macan tutul yang menghampirinya. Jaka Tarub pun panik dan ia melepaskan menjangan yang ada di panggulnya agar ia bisa melarikan diri dengan cepat. Macan tutul itu pun langsung memakan menjangan hasil buruan Jaka Tarub.

Tentunya Jaka Tarub merasa kesal dan merasa harinya sangat sial karena sekarang ia akan pulan dengan tangan kosong. “Pertanda apa ini, ya,” gumam Jaka Tarub sambil terduduk lemas. Jaka Tarub pun berjalan kembali pulang ke rumah dengan rasa lapar karena ia tidak menemukan hewan buruan apa pun juga di sepajang perjalanan. Ia juga tidak membawa bekal apa pun karena ia tidak mengira ia akan menghabiskan waktu yang cukup lama di hutan hari ini.

Saat Jaka Tarub sudah memasuki daerah desanya, ia melihat banyak warga yang berjalan tergesa-gesa menuju arah yang sama dengannya. Semakin ia mendekati rumahnya, semakin banyak warga yang berkumpul. Hati Jaka Tarub pun semakin bingung, ia tidak tahu apa yang terjadi. Saat ia memasuki rumahnya, Pak Ranu dan banyak orang yang menepuk pundaknya untuk mengatakan ia harus bersabar dan menerima nasibnya.

Ternyata, ibu Jaka Tarub telah meninggal dunia. Mbok Milah sudah berbaring kaku di ruang tengah rumah mereka tidak tersadarkan diri. Jaka Tarub pun lemas dan tangisannya mengisi ruangan. Jaka Tarub hanya bisa termenung melihat tubuh ibunya. Pak Ranu pun bercerita bahwa yang menemukan ibunya meninggal pertama adalah istrinya. Namun, Jaka Tarub sangat sedih hingga ia tidak menghiraukan ucapan Pak Ranu.

Setelah ibunya dikebumikan dan semua orang sudah pulang, ia merasa sangat kesepian, karena kini ia hanya tinggal sendirian. Jaka Tarub juga merasa bersalah karena ia belum memenuhi keinginan ibunya, yaitu melihat anaknya menikah dan menggendong cucu.

Di hari-hari selanjutnya, Jaka Tarub menghabiskan waktunya dengan berburu dan membagikan hasil buruannya pada warga. Hanya dengan berburu Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya sejenak. Hingga pada suatu pagi, saat ia sedang berburu di Hutan Wanawasa ia merasa bosan karena ia tidak mendapatka hewan apa pun. Karena merasa haus dan lelah, ia pun pergi ke arah telaga yang disebut dengan Telaga Toyawening. Saat ia hampir sampai, ia mendengar suara beberapa wanita yang sedang berbicang sambil tertawa kecil, tapi ia berpikir mungkin ini semua hanya khayalannya saja. Lagi pula, tidak ada perempuan yang bermain di hutan, kan?

Namun, suaranya semakin jelas dan semakin kencang saat Jaka Tarub mendekati telaga. Ternyata, ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi di telaga itu. Jaka Tarub tekejut bukan main dan jantungnya berdegum sangat kencang. Jaka Tarub memperhatikan satu per satu gadis di telaga itu. Semuanya berparas sangat cantik. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan. “Apakah ini arti mimpiku waktu itu?” Pikirnya dengan hati yang sangat senang.

Jaka Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar. Semua pakaian itu memiliki warna yang berbeda-beda. Jaka Tarub pun berpikir jika ia mengambil salah satu pakaian ini, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan. Akhirnya, ia diam-diam mengambil salah satu pakaian yang berwarna merah.

Saat mendekati terbenamnya matahari, para bidadari ini ingin kembali ke kayangan. Namun, salah satu bidadari tidak bisa menemukan pakaiannya. Keenam bidadari yang lain mencoba membantu mencari pakaiannya tapi tidak juga berhasil. Dari kejadian ini, Jaka Tarub mendengar bahwa bidadari yang bajunya ia ambil bernama Nawangwulan. Nawangwulan menangis panik karena tanpa pakaian dan selendangnya, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan. Dengan terpaksa, para bidadari yang lain harus pergi meninggalkan Nawangwulan karena hari akan semakin gelap.

Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba-tiba tanpa sadar, ia berucap “Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan, aku jadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila ia laki-laki, akan aku jadikan suamiku,” Jaka Tarub pun buru-buru pulang untuk menyembunyikan pakaian Nawangwulan dan membawa baju mendiang ibunya untuk dipinjamkan pada Jaka Tarub.

Setelah sampai kembali ke telaga, Jaka Tarub pun menghampiri Nawangwulan dan memberikannya pakaian. Setelah Nawangwulan berpakaian, ia memenuhi janji yang sudah ia ucap, ia akan menikahi Jaka Tarub. Pernikahan mereka pun berlangsung lama dan mereka dikaruniai seorang anak yang mereka namakan Nawangsih.

Sejak menikah, Jaka Tarub akhirnya bisa menemukan kebahagiaannya kembali, tapi ada satu hal yang masih mengganjal di pikirannya. Ia merasa heran mengapa padi di lumbung mereka tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Bahkan, panen yang diperoleh secara teratur membuat lumbung mereka hampir tidak muat lagi.

Lalu, di suatu pagi saat Nawangwulan ingin pergi mencuci ke sungai, ia menitipkan anaknya pada Jaka Tarub. Ia juga mengingatkan suaminya agar tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang ia masak. Karena terasa sudah lama, Jaka Tarub ingin melihat apakah nasi itu sudah matang—ia pun membukanya dan lupa dengan pesan Nawangwulan. Betapa terkejutnya Jaka Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi mereka yang semakin lama semakin banyak. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini.

Saat Nawangwulan sampai ke rumah, ia melihat suaminya dengan amarah karena suaminya telah melupakan titipannya. “Hilang sudah kesaktianku untuk mengubah setangkai padi menjadi sebakul nasi,” ucap Nawangwulan. Mulai saat itu Nawangwulan harus menumbuk nasi untuk dimasak dan suaminya harus menyediakan lesung untuknya.

Sejak hari itu, persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung. Seperti biasa, di pagi selanjutnya, Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang tersisa sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika pucat karena terkejut melihat benda yang baru saja berhasil diraihnya adalah baju bidadari dan selendangnya yang berwarna merah.

Nawangwulan merasa kecewa dan marah pada Jaka Tarub karena ia merasa sudah ditipu selamam ini. Saat ia bertemu Jaka Tarub ia memutuskan untuk kembali ke kayangan dan meninggalkan suami dan anaknya. Namun, Nawangwulan tidak akan melupakan anaknya, jika Nawangsih ingin bertemu ibunya, Jaka Tarub harus membakar batang padi dan diletakkan di dekat Nawangsih. Tentunya, dengan syarat Jaka Tarub tidak boleh ada di dekatnya.

Jaka Tarub hanya bisa meratapi ini semua. Ia tahu bahwa ini semua adalah salahnya dan ia harus menanggung segala akibatnya.

Pesan moral yang bisa diambil dari kisah ini adalah sepintar apa pun kita menyembunyikan sesuatu, pada akhirnya akan terbongkar juga. Karena itu, kita tidak boleh membohongi orang lain untuk mendapatkan apa yang kita mau. Hal itu bisa berujung pada hal yang tidak baik dan merugikan diri kita sendiri serta orang lain!

Pilihan Video Cerita Rakyat

1. Malin Kundang 2. Timun mas 3. Lutung Kasarung 4. Danau Toba